Jumat, 17 Desember 2010

Hukum Pernikahan Islam | Hukum Islam Tentang Pernikahan

Menurut Imam Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal dan Malik bin Anas, meskipun menikah pada mulanya mungkin dianggap sebagai kebolehan/hal yang dianjurkan, namun bagi beberapa pribadi tertentu, ia dapat menjadi kewajiban.

Walaupun demikian, Imam Syafi'i menganggap bahwa hukum pernikahan bersifat mubah (diperbolehkan).

Apa yang keluar dari pertimbangan saksama perintah Al Quran, Hadits Nabi adalah bahwa perkawinan diwajibkan bagi seorang lelaki yang memiliki kekayaan yang cukup untuk membayar mahar, menafkahkan istri dan anak-anak, sehat jasmani dan dikhawatirkan bila tidak menikah dia akan melakukan zina. Ia pun diwajibkan pula bagi wanita yang tak memiliki kekayaan apa pun untuk membiayai hidupnya dan dikhawatirkan kebutuhan seksnya akan menjerumuskannya ke dalam perzinaan. Namun ia bersifat Sunnah (Mandhubah) bagi seseorang yang memiliki daya yang kuat untuk mengendalikan tuntunan seksnya sehingga tidak akan terjerumus ke dalam bujukan syetan namun berkeinginan untuk memperoleh keturunan dan orang yang merasa bahwa dengan menikah tak akan menjauhkannya dari pengabdiannya kepada Allah.

Meskipun demikian, menurut mazhab Maliki, hukum pernikahan merupakan kewajiban (Fardhu) bagi orang muslim sekalipun mungkin dia tidak mampu memperoleh nafkah hidup, berdasarkan tiga pernyataan berikut :
  1. Bila tidak menikah dikhawatirkan dia akan melakukan perbuatan zina
  2. Bila dia tidak mampu berpuasa untuk mengendalikan hawa nafsunya atau dia dapat berpuasa namun puasanya tak mampu menolongnya menahan diri dari hawa syahwatnya.
  3. Dia tidak dapat menemukan budak wanita yang diperbolehkan baginya untuk menyalurkan hasrat seksualnya.
Beberapa ulama tidak sepakat dengan hal ini dan mengingatkan bahwa dia tak mampu memperoleh nafkah hidup halal maka dia tak boleh menikah.  Dan bila dia tetap menikah tanpa harapan memperoleh makanan yang halal, niscaya dia akan melakukan pencurian atau perbuatan lain semacam itu. Dengan demikian, untuk menghindarkan satu kejahatan justru dia menjadi korban dengan melakukan kejahatan yang lain.
Sedangkan Mazhab Hanafi menganggap menikah itu wajib berdasarkan empat syarat berikut :
  1. Bila seorang lelaki yakin akan berbuat zina kalau tidak menikah.
  2. Bila dia tak mampu berpuasa atau sekalipun dia dapat berpuasa namun tetap tak membantunya untuk mengendalikan nafsu syahwatnya.
  3. Bila dia tak mendapatkan budak wanita untuk digaulinya.
  4. Bila dia mampu membayar mahar dan mampu memperoleh nafkah hidup yang halal. Namun bila dia tak mampu mendapatkan biaya hidupnya dengan halal, maka tak wajib baginya menikah.
Menikah diharamkan kepada seorang lelaki kalau dia tak memilki kekayaan untuk membiayai istri dan anak-anak, atau dia menderita suatu penyakit yang cukup gawat dan akan menular kepada istrinya dan keturunannya.
Dan nikah menjadi makruh bagi seorang lelaki yang tak memiliki keinginan seksual sama sekali atau memiliki rasa cinta kepada anak-anak atau diyakini akan mengakibatkannya lalai dalam berbagai kewajiban agamanya karena menikah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar